A.
DESKRIPSI KASUS
Naela adalah siswa kelas 4 SDN 1 Rungkut. Dia
adalah anak berprestasi yang selalu mendapat rangking 1 disekolahnya. Dia anak
yang baik dan selalu menurut kepada orang tuanya. Namun setelah kematian teman
sebangkunya karena kecelakaan, dia mulai sering terlihat murung, menyendiri,
dan sering di jauhi teman-temannya. Perilakunya ini berdampak pada kehidupan
disekolah dan dirumahnya. Nilai menurun, prestasi menjadi rendah dan malas
belajar.
Jika dilihat sekilas, Naela merasa bersalah
dengan kematian teman sebangkunya. Kronologi tempat kejadian sebelum
meninggalnya teman Naela adalah depan rumah Naela yang berada di pinggir jalan
besar yang padat kendaraan. Saat itu teman Naela berniat untuk melakukan kerja
kelompok dirumah Naela. Pada saat menyebrang, teman Naela tertabrak mobil dan
meninggal. Semenjak itu, Naela selalu disalahkan oleh beberapa temannya dikelas
karena menjadi penyebab kematian teman sebangkunya, bahkan banyak berita yang
tersebar dikelas bahwa jalanan depan Naela meminta tumbal, angker, dan tidak
boleh didekati. Alhasil, sebagai anak kecil, teman-teman Naela mulai menjauhi
dia dan tidak mau berteman dengan Naela. Naela sering terlihat menangis dan
selalu mengigau tak karuan. Melihat hal tersebut, orang tua Naela merasa
kasihan dan tak tega. Akhirnya Naela dipindahkan kesekolah lain dengan niat
agar Naela bisa melupakan kejadian dan meneruskan hidupnya. Karena pertimbangan wali kelasnya, Naela
dipindahkan ke sekolah SD yang lebih favorit karena Naela terbilang cerdas
diantara teman-teman yang lain sehingga mungkin bisa melupakan segala pikiran
irasionalnya dan mulai fokus pada pelajarannya.
Maksud hati untuk bisa membuat Naela melupakan
kejadian dengan pergi kesekolah yang bernuansa baru. Malah sebaliknya, Sejak diterima di SD favorit di satu
sisi Naela senang karena dia akan bersekolah dimana teman-teman kelasnya tidak
akan pernah mngejeknya lagi, tapi di sisi lain Naela mulai dengan
teman-temannya yang sebagian besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan
yang begitu beda dengan latar belakang Naela. Ia menganggap teman-teman dari
keluarga kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih
teman yang sama-sama dari keluarga kaya saja. Dan akhirnya bayangan bahwa ini
adalah hukuman yang diterimanya karena dia telah membunuh teman sebangkunya.
Makin lama perasaan kesepian makin mencekam dan mulai menimbulkan sikap dan
anggapan bahwa sekolah barunya itu bukan untuk dirinya, tetapi jika dia ingin
meminta keluar dari sekolah, dia merasa kasihan kepada orang tuanya yang telah
mengeluarkan biaya banyak padanya. Akhirnya, sebagai anak baru, dia benar-benar
menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul sebagaimana
mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran dan perasaan
makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.
B.
MEMAHAMI LIA DALAM PERSPEKTIF
RASIONAL EMOTIF
Dari ilustrasi permasalahan diatas dapat dinyatakan bahwa yang
pertama, Naela kehilangan pikiran positifnya, menimbulkan banyak pikiran
irasionalnya dan kesulitan memahami apa yang sedang ia alami tentang kejadian
meninggalnya teman sebangkunya. Yang kedua, Naela telah menempatkan harga diri
pada konsep/kepercayaan yang salah yaitu jika kaya, semua teman memperhatikan /
mendukung, peduli, dan lain-lain dan itu semua tidak ada/didapatkan sejak di SD
favorit, sampai pada akhirnya menyalahkan dirinya sendiri dengan hujatan dan
penderitaaan serta mengisolir dirinya sendiri. Ia telah berhasil membangun
konsep dirinya secara tidak realistis berdasarkan anggapan yang salah terhadap
(dan dari) teman-teman lingkungannya. Ia menjadi minder, pemalu, penakut dan
akhirnya ragu-ragu keberhasilan/prestasinya kelak yang sebetulnya tidak perlu
terjadi. Maka dapat digunakan beberapa alternatif bantuan untuk membantu
menyelesaikan masalahnya, yaitu dengan dilakukanya konseling individu untuk
memberikan alternatif bantuan kepada konseli mengenai kesulitan belajar akibat
rasa takut dan mindernya.
C.
TEKNIK PENYELESAIAN
Dalam permasalahan ini saya menggunakan teknik Dispute
Kognitif (cognitive disputation) dengan
menekankan pada pendekatan REBT (Rational Emotif Behaviour Therapy), yang bertujuan
untuk menumbuhkan kesadaran Naela terkait seringnya menyalahkan diri sendiri,
dan menghapus pikiran irasiaonal yang Naela alami.
Jika pemikiran Naela yang tidak logis/realistis (tentang
konsep dirinya, hukuman dari kematian teman dan pandangannya terhadap
teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan demikian tujuan
konseling adalah memerangi pemikiran irasional Naela yang melatar-belakangi
ketakutan/kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap
teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa pribadi: memanggil Naela,
mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola
pikir irasional ke rasional/logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian
nasehat secara tepat.
Awal mula, konselor meminta pada konseli untuk bersedia
menceritakan apa yang sedang menjadi beban fikiran dan perasaan konseli serta
memastikan bahwa dia tidak perlu takut untuk bercerita. Setelah bercerita,
konselor meminta konseli untuk meminta memikirkan dua atau tiga kali, apakah
berfikir seperti itu sudah sesuai? Kemudian menguatkan bahwa orang-orang tidak
ada yang menyalahkan konseli atas kejadian yang telah terjadi. Konseli diajak
berfikir bahwa jika teman dekatnya tidak jadi untuk pergi apakah akan tetap
hidup? Mengingat bahwa kematian adalah sebuah takdir yang akan terjadi kepada
siapa saja, dan dimana saja. Tidak ada yang namanya hukuman Tuhan yang
diberikan kepada konseli atas apa yang telah terjadi.
Kedua, konselor menunjukkan bahwa konseli harus membongkar
pola pikir irasional tentang konsep harga diri yang salah, sikap terhadap
sesama teman yang salah jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih
bergaya mengajar : memberi nasehat, konfrontasi langsung dengan peta pikir
rasional-irasoonal, sugesti dan asertive training dengan simulasi diri
menerapkan konsep diri yang benar dan sikap/ketergantungan pada orang lain yang
benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi diri.
Contoh : mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan
status teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudan-Nya. Allah
mengasihi saya, karena saya berharga dihadirat-Nya. Terhadap diri saya sendiri
suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh,
bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan
realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik,
50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut
semua/setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini
diajarkan, dan dilatihkan dengan pendekatan ilmiah.
D.
TUJUAN DAN TEKNIK KONSELING
Teori ini dalam menolong menggunakan pendekatan direct
menggunakan nasehat yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan
meyakinkan (koselor). Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran
dan kata-kata yang terus menerus ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa
kehancuran kepada diri sendiri. Cara konselor ialah dengan pendekatan yang
tegas, memintakan perhatian kepada pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan
itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu beroperasi hingga membawa akibat yang
merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia untuk memikir kembali, menantang,
mendebat, menyebutkan kembali kalimat-kalimat yang merugikan itu, dan dengan
cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru. Tetapi tilikan
dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata kepada
diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien
untuk berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat
eklektif dengan pertimbangan :
1. Ekonomis dari segi waktu baik bagi
konselor maupun konseli.
2. Efektifitas teknis-teknis yang
dipakai cocok untuk bermacam ragam konseli.
3. Kesegaran hasil yang dicapai.
Kesimpulannya, penstrukturan kembali
filosofis untuk merubah kepribadian yang salah berfungsi menyangkut langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Mengakui sepenuhnya bahwa kita
sebagian besar bertanggung jawab penciptaan masalah-masalah kita sendiri
2. Menerima pengertian bahwa kita
mempunyai kemampuan untuk merubah gangguan-gangguan secara berarti
3. Menyadari bahwa problem-problem dan
emosi kita berasal dari kepercayaan-kepercayaan tidak rasional
4. Mempersepsi dengan jelas
kepercayaan-kepercayaan ini
5. Menerima kenyataan bahwa, jika kita
mengharap untuk berubah, kita lebih baik harus menangani cara-cara tingkah laku
dan emosi untuk tindak balasan kepada kepercayaan-kepercayaan kita dan
perasaan-perasan yang salah fungsi dan tindakan-tindakan yang mengikuti; dan
6. Mempraktekkan metode-metode REBT
untuk menghilangkan atau merubah konsekuensi-konsekuensi yang terganggu pada
sisa waktu hidup kita ini
DAFTAR PUSTAKA
- Aryatmi, S., 1991, Perspektif
BK dan Penerapannya di Berbagai Institusi, Satya Wacana Semarang.
- Corey
G., 1991/1995, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi
(terjemahan Mulyarto), IKIP Semarang Pres.
- Prayitno,
1998, Konseling Pancawashita, progdi BK PPB, FIP, IKIP Padang
- Rosjidan,
1998, Pengantar Teori-teori Konseling, Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK,
Jakarta
- Surya,
M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar