Selamat datang

Patterned Text Generator at TextSpace.net

Welcome. . . .

Selamat datang di blognya orang cantik. . . . .
Nama asli cewek blesteran ngawi rungkut ini adalah Liyyatun Ni'mah. Anak dari H. Moch. Simun dan Hj. Laila Muchlidah. Kuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan keguruan Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dia punya kebiasaan nulis dan baca buku. Ngakunya sih… dia ini tipe cewek campuran antara manis, cantik dan imut. Suka yang namanya cecek lodeh dan eseng-eseng rempelo ati. Sifatnya gokil dan suka rame, baik hati dan tidak sombong. Ni anak suka banget yang namanya cireng, pentol dan krupuk. Nyanyi ngawur andalannya. Ngefans banget ma Sule dan fitri tropika. Animasi favoritnya adalah Inuyasha.

So Nyu Shi Dae

So Nyu Shi Dae

Translate

Senin, 22 September 2014

Bentuk-Bentuk Hadits

BENTUK-BENTUK HADITS
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
STUDY HADITS



FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014


BAB 2
BENTUK-BENTUK HADITS
Menurut Ibn Manzhur, kata ‘hadits’ berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid, al-akhbar (kabar, berita), komunikasi, kisah, percakapan, dan historis. Sedangkan secara terminologis adalah segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, hammi, dan hal ihwal.
Berdasarkan pengertian hadits diatas, bentuk-bentuk hadits terbagi atas qauli (perkataan), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetapan), hammi (keinginan), ahwali (hal ihwal) dan lainnya.
A.   Bentuk-Bentuk Hadits
1.    Hadits Qauli
Hadits qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. dengan kata lain, hadits qauli adalah hadits berupa perkataan Nabi SAW. yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk Syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat, maupun akhlak.
Contoh hadits qauli adalah hadits tentang kecaman Rasul kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadits-hadits yang berasal dari Rasulullah SAW.
عن ابي هريرةَ قال : قال رسول اللهِ صلىّ اللهِ عليه وسلّم : مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النّارِ ( رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa sengaja berdusta atas diriku, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di neraka”



2.      Hadits Fi’li
Hadits fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW. yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, hingga sekarang. Hadits-hadits fi’li biasanya terdapat kata-kata kana-yakunu atau ro’aitu-ro’aina. Contohnya:
عن عائشةَ انَّ النّبيَّ صلىّ اللهُ عليهِ وسلّم كَانَ يَقْسِمُ بَيْنَ نِساَئِهِ فَيَعْدِلُ وَ يَقُوْلُ : اَللّهُمَّ هذِهِ قِسْمَتِى فِيمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلْمَنِيْ فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ اَمْلِكُ (رواه أبو داود والترمذى والنسائى وابن ماجه)
Dari ‘Aisyah, Rasul SAW. membagi (nafkah dan gilirannya) antar istri-istrinya yang adil. Beliau bersabda, “Ya Allah! Inilah pembagianku pada apa yang aku miliki. Janganlah Engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku miliki.”

3.      Hadits Taqriri
Hadits taqriri adalah hadits berupa ketetapan Nabi SAW.terhadap apa yang dilakukan oleh sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, tanpa memberi penegasan apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkan.
Diantara hadits taqriri adalah sikap Rasul SAW. yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada suatu penerangan. Yaitu:
لاَيُصَلُّوْنَ أَحَدُ العَصْرَ اِلاَّ فِيْ بَنِيْ قُرَيْضَةَ. (رواه البخارى)
Janganlah seorang pun shalat Ashar, kecuali nanti di Bani Quraidhah 
sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat perintah tersebut sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan shalat Ashar. tetapi sebagian lagi memahami perintah tersebut untuk segera menuju Bani Quraidhah dan serius dalam peperangan dan perjalanan sehingga dapat shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.



4.      Hadits Hammi
Yaitu hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW. yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Sebagai contoh adalah hadits dari Ibn Abbas sebagai berikut:
عن عبد الله بن عبّاس يقول حين صام النبي صلي الله عليه وسلم يوم عاشوراء وامرنابصيامه قالو : يا رسول الله انه يوم تعظمه اليهودوالنصارى. فقال رسول الله عليه وسلم : فاذا كان العام المقبل صمنا يوم التاسع. (رواه أبو داود)
Dari Abdullah ibn Abbas, ia berkata, “Ketika Nabi SAW. berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani’. Rasul SAW. kemudian bersabda, “Tahun yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada hari yang Sembilan.”
Rasul belum sempat merealisasikan hasratnya ini karena beliau wafat sebelum datang bulan ‘Asyura tahun berikutnya. Menurut para ulama, seperti Asy-Syafi’i dan pengikutnya menjalankan hadits ini sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah lainnya.

5.      Hadits Ahwali
adalah hadits yang berupa ikhwal Nabi SAW. yang tidak termasuk kategori keempat bentuk hadits di atas. Hadits ini trmasuk kategori hadits-hadits yang menyangkut sifat-sifat dan kepribadian serta keadaan fisik Nabi SAW.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم احسن الناس خلقا (متفق عليه)
Rasul SAW. adalah orang yang paling mulia akhlaknya.
Tentang keadaan fisik Nabi SAW. dijelaskan dalam hadits,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم احسن الناس وجها واحسنه خلقا ليس بالطويل البائن ولابالقصير. (رواه البخارى)
Rasul SAW. adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek.





BAB 3
KESIMPULAN
Adanya macam-macam bentuk hadits dikarenakan redaksi yang diterima oleh para sahabat beragam. Begitupun dengan pengertian hadits, karena pengertian juga beragam sehingga bentuk-bentuk hadits terbagi pada qauli (perkataan), ahwali (hal ihwal), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetepan), dan hammi (keinginan).
Adapun perbedaan pandangan ulama disebabkan karena terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya. Perbedaan tersebut kemudian melahirkan esensi hadits yang mana artinya segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad SAW.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar