BENTUK-BENTUK HADITS
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
STUDY HADITS
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
BAB 2
BENTUK-BENTUK HADITS
Menurut
Ibn Manzhur, kata ‘hadits’ berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis,
kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid, al-akhbar (kabar,
berita), komunikasi, kisah, percakapan, dan historis. Sedangkan secara
terminologis adalah segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, hammi, dan hal ihwal.
Berdasarkan
pengertian hadits diatas, bentuk-bentuk hadits terbagi atas qauli
(perkataan), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetapan), hammi
(keinginan), ahwali (hal ihwal) dan lainnya.
A.
Bentuk-Bentuk Hadits
1.
Hadits Qauli
Hadits qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi SAW. dengan kata lain, hadits qauli adalah
hadits berupa perkataan Nabi SAW. yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk
Syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat,
maupun akhlak.
Contoh hadits qauli adalah hadits tentang kecaman Rasul
kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadits-hadits yang berasal dari
Rasulullah SAW.
عن ابي هريرةَ قال : قال رسول اللهِ صلىّ اللهِ عليه وسلّم : مَنْ
كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النّارِ ( رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa sengaja
berdusta atas diriku, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di
neraka”
2.
Hadits Fi’li
Hadits fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
SAW. Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW. yang
menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, hingga sekarang.
Hadits-hadits fi’li biasanya terdapat kata-kata kana-yakunu atau ro’aitu-ro’aina.
Contohnya:
عن عائشةَ انَّ النّبيَّ صلىّ اللهُ عليهِ وسلّم كَانَ يَقْسِمُ
بَيْنَ نِساَئِهِ فَيَعْدِلُ وَ يَقُوْلُ : اَللّهُمَّ هذِهِ قِسْمَتِى فِيمَا
أَمْلِكُ فَلاَ تَلْمَنِيْ فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ اَمْلِكُ (رواه أبو داود
والترمذى والنسائى وابن ماجه)
Dari ‘Aisyah, Rasul SAW. membagi (nafkah dan gilirannya) antar
istri-istrinya yang adil. Beliau bersabda, “Ya Allah! Inilah pembagianku pada
apa yang aku miliki. Janganlah Engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku
miliki.”
3.
Hadits Taqriri
Hadits taqriri adalah hadits berupa ketetapan Nabi SAW.terhadap
apa yang dilakukan oleh sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan atau mendiamkan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, tanpa memberi penegasan apakah
beliau membenarkan atau mempermasalahkan.
Diantara hadits taqriri adalah sikap Rasul SAW. yang
membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada suatu
penerangan. Yaitu:
لاَيُصَلُّوْنَ أَحَدُ العَصْرَ اِلاَّ فِيْ بَنِيْ قُرَيْضَةَ. (رواه
البخارى)
Janganlah seorang pun shalat Ashar, kecuali nanti di Bani Quraidhah
sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat
perintah tersebut sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan shalat Ashar.
tetapi sebagian lagi memahami perintah tersebut untuk segera menuju Bani
Quraidhah dan serius dalam peperangan dan perjalanan sehingga dapat shalat
tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa ada
yang disalahkan atau diingkarinya.
4.
Hadits Hammi
Yaitu hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW. yang belum
terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Sebagai
contoh adalah hadits dari Ibn Abbas sebagai berikut:
عن عبد الله بن عبّاس يقول حين صام النبي صلي الله عليه وسلم يوم
عاشوراء وامرنابصيامه قالو : يا رسول الله انه يوم تعظمه اليهودوالنصارى. فقال
رسول الله عليه وسلم : فاذا كان العام المقبل صمنا يوم التاسع. (رواه أبو داود)
Dari Abdullah ibn Abbas, ia berkata, “Ketika Nabi SAW. berpuasa
pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka
berkata, ‘Ya Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan
Nashrani’. Rasul SAW. kemudian bersabda, “Tahun yang akan datang insya Allah
aku akan berpuasa pada hari yang Sembilan.”
Rasul belum sempat merealisasikan hasratnya ini karena beliau wafat
sebelum datang bulan ‘Asyura tahun berikutnya. Menurut para ulama, seperti
Asy-Syafi’i dan pengikutnya menjalankan hadits ini sebagaimana menjalankan
sunnah-sunnah lainnya.
5.
Hadits Ahwali
adalah hadits yang berupa ikhwal Nabi SAW. yang tidak termasuk
kategori keempat bentuk hadits di atas. Hadits ini trmasuk kategori
hadits-hadits yang menyangkut sifat-sifat dan kepribadian serta keadaan fisik
Nabi SAW.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم احسن الناس خلقا (متفق عليه)
Rasul SAW. adalah orang yang paling mulia akhlaknya.
Tentang keadaan fisik Nabi SAW. dijelaskan dalam hadits,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم احسن الناس وجها واحسنه خلقا ليس
بالطويل البائن ولابالقصير. (رواه البخارى)
Rasul SAW. adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh.
Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek.
BAB 3
KESIMPULAN
Adanya macam-macam bentuk hadits
dikarenakan redaksi yang diterima oleh para sahabat beragam. Begitupun dengan
pengertian hadits, karena pengertian juga beragam sehingga bentuk-bentuk hadits
terbagi pada qauli (perkataan), ahwali (hal ihwal), fi’li
(perbuatan), taqrir (ketetepan), dan hammi (keinginan).
Adapun perbedaan pandangan ulama
disebabkan karena terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing, yang tentu
saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya. Perbedaan
tersebut kemudian melahirkan esensi hadits yang mana artinya segala berita yang
berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar